Masih tak percaya rasanya bila mengingat-ingat perkataan itu. Hari itu langit mulai temaram, rambut yang masih basah dan acak-acakan ku keringkan dengan handuk di depan cermin yang besarnya tiga per-empat dari tinggiku. Terdengar riuh suara Ibu yang sedang mengobrol dengan seseorang dari telepon genggamnya, hanya sekilas yang ku dengar dari percakapan itu "iya mi, tadi sore aku masih jemput riska kerja". Sudah tak ada lagi suara yang heboh dari ruang tamu, sepertinya percakapan singkat itu sudah selesai. Dengan wajah yang sedikit berbinar dan tawa kecilnya Ibu menghampiriku, membuka korden dengan hati-hati lalu berkata "Tadi Mi Fauzi nelfon Ibu" kukerutkan keningku dan bertanya "Mi Fauzi siapa?" dengan mantap ibu menjawab dan menceritakan apa yang tadi dibicarakan ibu di telpon. "Mi Fauzi itu adek kakekmu terus dia bilang, jadi gini.. mmmm" kali ini nadanya sedikit ragu "Mi Fauzi kan disana orangnya dikenal suka dakwah, banyak yang ngaji-ngaji disana, terus ada orang yang ngaji disana mau cari istri..." wajahku mulai lesu kucium gelagat yang tidak beres, ibu melanjutkan ceritanya dengan semangat "katanya anaknya udah mapan, tinggi, putih, punya pabrik, udah punya rumah sendiri, mau cari istri yang taat.." rasanya seperti ada panah yang menusuk tepat dijantung menembus tulang rusukku, sambil kukenakan mukena dengan mantap ku bilang "Gak mauuuuuuuu.." raut wajah ibu seketika berubah "mau apa lagi? mau cari yang gimana lagi? sekarang itu cari calon suami yang udah mapan yang udah pasti bisa ngidupin kamu.. sekarang itu gak usah mikirin cinta.." sekali lagi ku jawab "Gak mau..." sambil berlalu ibu berkata "udah enak kan, mapan.. masih muda pula" namun kali ini aku tak menjawab.. ku lanjutkan untuk sholat Magrib, air mata pun mulai membasahi mukenaku.. kututup pintu, kulipat mukena dan merebahkan badan ke kasur. Terdengar suara ayah dan ibu membicarakan hal tadi.. "Memangnya siapa bu?" terdengar ayah yang mulai bertanya-tanya "Belum tau, kata Ami Fauzi nanti mau kesini, terus nanti anaknya juga mau dateng, biar bisa kenalan sendiri. Tapi itu si Riska gak mau, mau apa lagi coba udah ada yang mapan" huffft berat rasanya narik nafas, pengen teriak dari dalem kamar sekali lagi "AKU GAK MAU!!!" tapi cuma tersumpal dikerongkongan, begitu mencekat membuat nafasku satu-satu. " Ya udah nanti biar ketemu dulu, tapi bilang aja kita gak bisa mutusin. Biar riska yang mutusin sendiri. Belum tentu juga kan riska sama pacarnya, belum pasti." antara lega dan marah mendengar perkataan itu, tapi bisa apa..
Kututup mata rapat-rapat, kufokuskan kupingku ke musik yang mengalun lewat handphone. Namun itu membuat pipiku semakin becek, semua kenangan berlalu lalang di kepalaku. Semakin membuat tubuhku mengguncang menahan isak tangis. Sejenak bayangan itu berhenti, betapa manisnya saat pertama dia kecup pipiku, pertama kali setelah beberpa bulan kita dekat dia berbisik Love You ditelingaku..betapa bahagianya saat itu. Terlintas lagi malam-malam yang kita lalui, tempat favorit kita.. pantai yang tenang, bintang, tawa kita, gengaman tangan itu, kecupan lembut itu.. betapa nyamannya bila di sampingnya.. Tangisku semakin menjadi, terisak dibalik bantal dan semakin mencekat dengan kenangan-kenangan yang lainnya. Cukup membuatku tersenyum saat ku teriama pesan singkat darinya, cukup melegakan meskipun dengan nada juteknya. Lalu terfikir lagi tentang yang tadi ibu bicarakan, kalau saja terjadi apakah dia bisa bahagiakan aku? tapi aku tak cinta. Tapi.. apakah kekasihku juga bisa menjamin kebahagiaanku? dengan apa yang telah kita lalui selama ini, meskipun kekasihku kadang buatku kesal, mendiamkanku sehari penuh dan itu sangat menyiksa, tapi aku cinta.. dengan sepenuh hatiku..hal sekecil apapun yang ia lakukan mampu buatku bahagia karena kita saling cinta. Hp ku bergetar lagi, pesannya singkat-singkat, membuatku meragu lagi. Kututup mataku rapat-rapat, menembus ruang waktu. Ku susuri lagi jalan yang pernah kita lalui jauh kebelakang, pertama kali kuliahat dia, pertama kali ku kenal dia, pertama kali kita jalan, pertama kali kukatakan cinta, pertama kali kurasakan kebahagiaan yang lama kunanti, pertama kali kita rayakan hari jadi kita, pertama kali kurasakan punya keluarga baru.. dan pertama kali hatiku remuk mendengar perkataan tadi. Dan kedua kalinya kutembus ruang waktu, kali ini kulewati jalan yang belum pernah ku lalui. wajah-wajah orang yang asing duduk dihadapanku, membicarakan hal yang tak aku mengerti. Sosok laki-laki yang katanya mencari jodoh ada didepan mataku. Sesuatu yang mencekat dileherku yang membuatku tak bernafsu untuk membuka mulut. Bagaimana bila orang itu suka, dan aku dipaksa untuk meng-iya-kan permintaannya. Ku putar otak, Mungkin dengan ini aku bisa membahagiakan ayah ibuku, tapi apa aku bahagia?? Bagaimana denga kekasihku? Apakah dia turut bahagia? Kurasa kecewalah yang dia rasakan bila semua ini terjadi. Ku coba rasakan bagaimana rasanya banyak yang bilang, "katanya kamu ditinggal pacarmu nikah ya?" pasti sakit rasanya.. Mungkin aku senang dengan apa yang dia berikan, tapi bahagia... belum tentu aku dapatkan. Sakitt rasanya membayangkannya. Dua jam ku tembus dua waktu yang berlawanan, namun kedua-duanya membuatku sakit.
Ku bayangkan Bagus datang malam ini, akan ku peluk dia erat-erat, ku genggam tangannya erat-erat.. Masih kupejamkan mata, membayangkan kenangan indah bersamanya. Semakin ku tak ingin jauh darinya. Tuhan.. mengapa aku?? rasanya seperti tersambar petir, Aku mau kelak yang menjadi pendamping hidupku benar-benar orang yang aku cintai, orang yang aku kenal dengan cinta. bukan karena harta.., memang semua orang tua ingin yang terbaik untuk anaknya. Aku tau niat ibu dan ayah baik, untuk kebahagiaanku. Tapi.. Ibu, Ayah.. maafkan aku, aku tak pernah minta apa-apa.. Aku hanya ingin kebahagiaanku utuh, aku ingin menentukan pilihanku sendiri. Tolong bu.. yah.. meskipun belum tentu orang itu suka padaku. Tapi aku tak mau dengan cara yang seperti ini, aku punya orang yang aku cintai.. aku punya orang yang mencintaiku... Jangan bebankan pikiranku, kuliah, kerja.. sudah cukup membebaniku.. ditambah yang lainnya. Aku hanya ingin Bahagia dengan caraku, meski terbilang egois untuk ayah dan ibu. Tapi aku mohon.. Ijinkan aku mencintai orang yang aku cintai...
Mataku masih basah, ku usap pipiku saat mendengar suara motor berhenti di depan rumah. Sambil menggeleng kupejamkan mata lagi, namun kali ini terdengar langkah kaki yang semakin mendekat "Ris, ada bagus.." kaget rasanya dia datang mendadak pada waktu yang kurang tepat, wajahku tak enak dipandang dengan kantung mata sebesar setengah bola pingpong, sebenarnya lega.. ada perasaan bahagia malam itu dengan kedatangan bagus. Orang yang aku sayang... ditatapnya wajahku lekat-lekat "sini liat wajahnya" wajahku masih menunduk, tak ingi dia melihat mataku yang sembab "idihhh.. kok gitu, cengeng ah.." kuusahakan senyum tetap mengembang dibibirku seperti tak ada apa-apa. Pasti Dia menganggap mataku sembab karenanya, seminggu ini kita sering diem-dieman.. kalo dia tanya kenapa, aku bisa bilang "Kangen" Seperti biasa, Adli slalu nimbrung kalau bagus lagi apel. Kita nonton film dari laptop yang dibawa adli di depan. Sambil berbisik "sayang boleh pinjem tangannya?" dia menyodorkan telapak tangan kirinya, kugenggam erat-erat. Tenang rasanya hati ini, sesaat aku lupa kejadian satu setengah jam yang lalu yang berhasil membuatku terisak. Ayah Ibu Adli pergi keluar sebentar, tak banyak yang kita bicarakan. Saat ini kita duduk di ruang tamu yang merangkap sebagai ruang keluarga. Kupeluk dia erat-erat, berkali kali kucium pipinya, ku bisikkan "Love u sayang.." dijawabnya dengan kecupan dan berkata "Love u too". Jam setengah Sepuluh dia pulang, dan masih seperti biasa sebelum pulang ku cium tangannya.. Lega rasanya melihat senyumnya lagi.
Sayang, aku mencintaimu seluruh hidupku... namun bila kenyataanya lain maafkan aku
Sayang, jangan berhenti berdoa.. berdo'alah kita memang berjodoh..
Sayang, jangan berhenti mencintaiku agar cintaku tak sia-sia...
Sayang, terimakasih.. semua indah denganmu..
Sayang, jangan berhenti mencintaiku agar cintaku tak sia-sia...
Sayang, terimakasih.. semua indah denganmu..
Love you....